Kimi

Saya tidak pernah menyangka sebelumnya, bahwa dalam empat bulan terakhir ini saya akan merawat anak kucing untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya menyukai kucing tapi tidak pernah memiliki kucing. Paling mentok hanya memberi makan kucing liar yang ada di sekitar rumah. Lalu Tuhan menghadirkan kucing secara tiba-tiba yang akhirnya saya rawat di rumah.

Cerita ini agak panjang. Semoga bisa kalian baca sampai selesai untuk memahami perasaan saya, hehe.

Kedatangan Kimi
Di suatu pagi hari sekitar empat bulan lalu, saya mendengar suara tangisan anak kucing di depan rumah saya. Ketika saya membuka pintu, saya mendapati seekor anak kucing yang masih sangat kecil sekali berlari mengejar sekuriti yang tengah berpatroli. Refleks tanpa pikir panjang, masih hanya mengenakan daster, saya mengejar anak kucing tersebut dan memanggilnya. Ia berlari ke arah saya dan langsung saja saya pangku. Seketika tangisannya berhenti.

Sedih sekali saya melihatnya. Entah dari mana datangnya anak kucing ini. Komplek perumahan saya adalah komplek perumahan yang hanya memiliki satu jalur pintu keluar masuk dengan tembok yang tinggi. Di sekitar rumah saya memang banyak kucing liar yang saya dan tetangga rumah biasa beri makan, tapi tidak ada kucing betina yang hamil. Kalau membayangkan anak kucing ini berjalan jauh dari akses masuk komplek sampai rumah saya rasanya agak mustahil. Saya sejujurnya memiliki asumsi bahwa mungkin saja ada yang sengaja menaruh anak kucing ini di sekitar rumah kami. Entahlah, saya tidak pernah tahu pasti. Yang jelas, anak kucing ini saya rasa belum mampu bertahan sendiri tanpa induknya. Saya sendiri tidak menemukan induk kucing di sekitar anak kucing ini.

Saya hendak merawat anak kucing ini, setidaknya membantu anak kucing ini untuk bertahan. Saya sempat bertanya di grup warga perumahan, namun tidak ada yang merespon ketika saya bertanya apakah ada yang memiliki anak kucing ini atau bersedia merawatnya. Lalu saya berkata pada suami bahwa pada prinsipnya saya ingin merawat anak kucing ini sampai dia mampu bertahan sendiri. Jika suatu saat ada yang mengaku memiliki anak kucing ini, silahkan ambil kembali. Saat itu, yang terpenting bagi saya adalah dia bisa makan dulu dan tidak menangis lagi.

Anak kucing itu saya beri nama Kimi. Entahlah, tiba-tiba saja nama Kimi terlintas di otak saya. Saya meminta informasi dari teman saya yang juga menyukai kucing, bagaimana caranya memberi makan anak kucing yang masih kecil ini. Waktu itu masih pagi, dan belum ada petshop yang buka. Alhasil saya hanya bisa membeli makan basah untuk kucing dewasa yang kemudian saya tambahkan air sehingga menyerupai bubur. Syukurlah dia mau makan sedikit, walau masih suka menangis. Namun ketika saya pangku Kimi, dia terlelap di pangkuan saya. Setiap terbangun dan menangis, saya akan pangku Kimi sampai tangisannya mereda.

Kimi, hari pertama di rumah. He was this small.

Untuk memeriksakan keadaannya, saya membawa Kimi ke dokter hewan. Setelah diperiksa, diperkirakan usia Kimi baru tiga minggu. Beratnya pun hanya 200gr dan Kimi ternyata jantan (saya kira sebelumnya betina). Dokter menanyakan saya apakah ada induk atau anak kucing lainnya yang terlihat di sekitar rumah, yang tentu saja saya jawab tidak. Saya juga baru tahu, biasanya anak kucing masih kerap bermain dengan saudara atau ibunya. Jika tidak ada, mungkin memang Kimi ini nyasar, atau entah mungkin sengaja diletakkan di sekitar rumah saya. Syukurnya, kondisi fisik Kimi baik, kecuali jamur (ringworm) yang banyak menempel di tubuhnya. Dokter hewan pun memberi resep vitamin dan cara mengobati jamur Kimi. Sebagai orang yang baru pertama kali akan merawat kucing, saya bertanya secara detail kepada dokter makanan dan minuman apa yang harus dan bisa dikonsumsi oleh Kimi yang usianya masih sangat kecil itu.

Hari itu, jadilah saya memborong semua kebutuhan kucing: kandang jeruji besi, makanan khusus bayi kucing, susu kucing, underpad, litter pup, dan VCO. Rasanya overwhelmed. Takut salah cara merawat Kimi yang masih kecil. Apalagi dokter mengatakan ada kemungkinan saya harus membantu Kimi untuk pipis dan pup karena biasanya bayi kucing masih buang air dengan dibantu jilatan induknya. Duh, mengurus bayi kucing di rumah sendirian, di mana saya juga bekerja pagi sampai malam, membuat saya cemas apa saya bisa membuat Kimi bertahan. Namun, teman saya kembali menguatkan dengan, “Yang penting kamu udah coba, Mba. Kalau misal Kimi nggak bertahan, mau gimana lagi.”

Dan didorong oleh kalimat itu, jadilah kandang kucing terpasang di rumah saya dalam waktu sekejap. Baru sehari saya merawat Kimi, saya sudah dibuat takjub. Energi Kimi luar biasa besarnya. Karena harus bekerja, saya letakkan Kimi di kandang beserta makanan dan susunya. Saat saya pulang kerja, saya mendapati Kimi sudah di luar kandang dan menangis. Itu terjadi selama beberapa hari. Bahkan ketika saya sudah tutup sebagian kandangnya dengan kardus pun, dia masih bisa keluar kandang. Untungnya dia tidak tertimpa barang atau terjebak di sudut rumah saya. Memang, setiap dimasukkan ke kandang, dia akan memanjat ke atas, mencari celah untuk keluar kandang dan melompat begitu saja.

Di sisi lain, Kimi cepat mandiri. Tadinya saya sempat membantu Kimi untuk buang air dengan cara menepuk-nepuk tisu yang sudah dibasahi ke saluran pipis dan pupnya. Namun begitu saya tinggal ke kantor, ternyata sudah bisa buang air sendiri, walaupun belum bisa di pasir. Lama kelamaan, dia belajar pup di pasir sendiri.

Namun kemudian, saya dipusingkan oleh Kimi yang diare. Kata dokter, mungkin itu karena penyesuaian salur cerna Kimi terhadap makanan barunya. Syukurnya, nafsu makannya masih baik. Perlahan-lahan, Kimi akhirnya beradaptasi dengan makanan dan susu. Itupun dengan sekian percobaan, sampai akhirnya saya mendapatkan makanan mana yang disukai Kimi.

Hari demi hari berganti, fisik Kimi sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Jalannya tidak lagi goyah. Hanya saja, jamur di badannya susah menghilang meskipun setiap hari sudah saya balurkan VCO. Namun secara keseluruhan, kondisi fisik Kimi makin baik.

Oh ya, setelah pengalaman Kimi yang akhirnya tetap bisa menerobos kandang, akhirnya saya putuskan untuk melepasnya di halaman belakang rumah yang semi outdoor. Kimi biasa tidur di pet cargo yang saya lapisi under pad dan selimuti handuk. Namun, ujung-ujungnya Kimi lebih suka tidur di keset kami. Karena masih berjamur, Kimi memang tidak kami izinkan masuk ke dalam rumah, karena saya sendiri sudah terkena jamurnya di beberapa bagian tubuh.

Kimi yang Enerjik
Kimi sangat suka memanjat pintu teralis rumah. Kadang sampai atas pintu, kadang sampai bagian tengah. Kimi tidak punya rasa takut. Kalau lagi aktif, dia sangat sulit untuk dikejar dan ditangkap untuk diberi vitamin. Kimi juga sangat suka bermain. Kimi suka mengejar bola dan menangkap gantungan bulu. Namun, bagi Kimi, apapun benda padat dan bisa digerakkan/bergerak, itu adalah mainannya. Batu kerikil, plastik, sampah daun, apapun yang tergeletak di lantai menjadi alat mainnya.

Kimi yang hobi memanjat.

Energi Kimi yang berlebih alhasil mengacaukan kondisi belakang teras rumah. Keset melayang entah ke mana, sandal sudah tidak pada tempatnya, pot berjatuhan, bahkan rumput kebun belakang kerap dicabutnya untuk dimainkan. Lantai rumah jadi mudah kotor karena pasir litter yang bertebaran di mana-mana, karena dia suka melompat dari litter box. Semakin besar, Kimi justru semakin senang bermain. Kaki saya dan Made selalu jadi sasaran gigitannya. Memang main-main sih gigitannya, tapi tetap saja sakit. Alhasil tiap kami berjalan di belakang rumah, Kimi selalu bermain-main dengan kaki kami. Sudah dimarah dengan cara apapun tetap tidak mempan. Apa yang saya lakukan untuk memarahinya justru dianggapnya sebagai bagian permainan, sehingga ia semakin semangat menggigit.

Kimi dan mainannya.

Kimi seolah mempunyai dunia sendiri. Dia bisa bermain sepanjang hari dengan objek apapun. Melompat, berlari, bersembunyi, mengejar sesuatu entah apa, dan itu berulang terus. Kimi lebih aktif di malam dan pagi hari. Kalau siang ketika saya ada di rumah, biasanya dia kebanyakan tidur. Tapi sekalinya terbangun, dia pasti langsung bermain.

Masa-masa Berat
Sampai akhirnya sebulan yang lalu, Kimi diare. Sudah lama dia tidak diare semenjak pergantian makanan di awal kedatangannya. Kemudian, Kimi muntah. Hal mengganggu lainnya adalah Kimi cenderung buang air sembarangan jika sudah diare. Ini cukup merepotkan karena saya harus membersihkan rumah sebelum atau sepulang kerja.

Sebelum tambah parah, saya bawa Kimi ke dokter. Setelah dilakukan tes darah, sepertinya ada gangguan di saluran pencernaannya. Entah apa yang ia makan di belakang rumah sampai membuatnya diare dan muntah. Supaya lebih gampang dimonitor, Kimi dirawat beberapa hari di klinik.

Kimi waktu diinfus.

Klinik yang saya datangi rajin memberi kabar Kimi setiap hari. Semakin hari, di klinik Kimi semakin lincah. Setelah empat hari opname, saya menjemput Kimi. Dokter bilang Kimi lucu sekali dan menjadi kesukaan para dokter dan petugas di klinik. Saya senang mendengarnya. Memang, raut wajah Kimi itu lucu. Perpaduan warna hitam dan putihnya sempurna dan nyaris simetris. Seperti kucing hitam yang memakain kaos kaki putih dan memiliki janggut putih. Mungkin dokter juga menyukai Kimi karena Kimi aktif dan gemar mengajak bermain.

Sampai di rumah, saya tidak punya opsi selain menaruh Kimi di kandang agar dia tidak makan sembarang benda dahulu. Namun dengan energi Kimi yang berlebih, kandang menjadi berantakan dan mengotori rumah. Hal ini cukup membuat saya kehabisan energi karena saya tidak hanya memberikan makanan dan obat untuk Kimi, tetapi juga bebersih setiap hari. Wadah makanan dan minuman ditumpahkan. Pasir di mana-mana.

Kimi dan kekacauannya.

Saya kemudian memutuskan melepaskan Kimi dari kandang setelah kondisinya membaik agar rumah tidak menjadi kotor akibat ulah Kimi di kandang. Seminggu pertama berjalan lancar. Namun akhirnya, Kimi diare lagi. Muntah lagi. Kembali saya menemui dokter dan Kimi harus meminum obat kembali. Kali ini bahkan ditambahkan obat kapsul yang menurut saya cukup memakan waktu dalam meminumkannya. Namun saya tak punya pilihan lagi supaya Kimi cepat sembuh.

Akhirnya, saya kembali meletakkan Kimi di kandang dengan segala rutinitas obatnya. Tentu, kekacauan kandang dan rumah terjadi kembali. Kandang dan sekitarnya tak berbentuk. Lantai rumah menjadi kotor. Saya harus berulang kali mengisi tempat minum dan makan Kimi karena sering bercampur dengan pasir. Dan itu terjadi setiap hari. Sampai akhirnya saya memutuskan membeli kandang aluminium yang litter box-nya dimasukkan ke lubang khusus sehingga Kimi tidak menumpahkan litter box-nya lagi.

Apakah berhasil? Bisa dibilang iya, bisa dibilang tidak. Litter box tidak tumpah tapi pasir tetap bertebaran di mana mana. Air minum tetap tumpah. Berhubung lantai kandang baru terbuat dari keramik, pasir dan air yang tumpah pun membekas dan membuat lantai marmer kotor. Kandang aluminium pun ternyata tidak terlalu membantu.

Kemudian ketika Kimi sudah tidak diare, saya kembali lepaskan Kimi agar dia bermain di belakang rumah. Saya berpikir tidak mungkin rasanya Kimi diare lagi. Namun saya salah. Seminggu kemudian, Kimi kembali diare…

Untung saja obat dari klinik masih tersisa. Kembali Kimi saya masukkan ke kandang dan minum obat setiap hari. Tapi jujur saja, melakukan ritual ini dua kali sehari, belum termasuk membersihkan sekitar kandang, mengisi ulang makanan dan minuman Kimi, bagi saya yang sampai rumah baru malam hari ini mulai terasa melelahkan.

Saya mulai bertanya-tanya, apa Kimi cocok dirawat di rumah ini? Apa benar lingkungan di belakang rumah ini cocok buat Kimi? Saya nggak kebayang kalau Kimi nanti diare sampai empat kali. Sampai saat ini saya tidak tahu apa yang ditelan Kimi sehingga dia diare.

Ketika Kimi diare, selain menghabiskan ongkos, Kimi juga menghabiskan energi saya. Di sisi lain, kasihan juga Kimi kalau jadi sakit terus tanpa saya bisa tahu penyebabnya. Saya kasihan melihat Kimi harus di kandang sepanjang hari. Namun kalau dilepas, saya nggak tahu Kimi makan apa sampai akhirnya diare berulang kali. Kalau dimasukkan ke dalam rumah, saya belum siap. Kimi terlalu aktif untuk diam di dalam rumah dan saya takut dia akan mencelakakan diri sendiri. Dan kalau Kimi di kandang terus, sejujurnya rumah justru semakin berantakan dan kotor.

Selama seminggu setelah diare ketiga saya rawat Kimi dengan kebimbangan. Kimi tidak mengerti jika dimarahi. Paling hanya bersembunyi sebentar. Beberapa saat setelah sembunyi, Kimi akan kembali bermain seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Salut saya pada energi dan nyali Kimi yang tiada habisnya.

Sementara, selama dua bulan terakhir, ada anak kucing baru yang berkeliaran di sekitar rumah kami, yang warna dan ukurannya sama dengan Kimi. Tingkah lakunya pun hampir serupa, hanya saja kucing baru ini takut didekati manusia. Saya beri dia nama Caplin. Dia setia menunggu saya memberi makan di depan rumah meskipun akan kabur jika didekati.

Pernah suatu saat saya melepas Kimi di depan rumah dan ia langsung bermain dengan Caplin. Semakin saya perhatikan, tingkah laku mereka mirip. Kimi aktif bermain dan Caplin mengikuti permainan Kimi. Cara makannya pun sama: Kimi mempunyai kebiasaan makan makanan kering dengan menggelengkan kepala sehingga makanannya pasti jadi berantakan. Saya pun memiliki teori jangan-jangan Caplin ini saudara Kimi yang sempat terpisah.

Kembali ke kebimbangan saya tadi, saya berpikir, apakah lebih baik Kimi saya lepas di depan rumah dan menjadi kucing komplek pada umumnya? Kucing-kucing ini biasanya rajin mendatangi blok rumah saya untuk mencari makan. Saya sendiri selalu menyiapkan makanan jika ada kucing yang mendekat ke rumah. Mereka tidak pernah keluar komplek perumahan. Biasanya hanya pindah nongkrong di blok lain.

Saya rasa, mungkin Kimi akan lebih bahagia bermain di luar rumah dengan Caplin. Tempat bermain Kimi juga akan jadi lebih luas. Dan berdasarkan pengalaman kemarin, Caplin tidak pernah berada jauh dari rumah saya. Mungkin karena Caplin masih kecil, dia belum berani menjelajahi blok lain seperti kucing dewasa lainnya. Jadinya, Caplin hanya bermain di dekat rumah saya karena di situlah sumber makan dan minumnya.

Saya pikir, mungkin Kimi akan lebih baik seperti itu. Mungkin dia lebih aman berada di depan rumah saya dibanding saya rawat di belakang rumah. Kimi seharusnya juga sama seperti Caplin yang bermain tidak jauh dari rumah. Setiap pagi dan malam, kemungkinan besar saya masih bisa melihat Kimi dan memberinya makan.

Minggu kemarin menjadi hari yang penuh pemikiran bagi saya. Saya tak bisa bohong bahwa keadaan saya tidak ideal untuk merawat Kimi yang terlalu aktif dengan potensi rumah berantakan ataupun Kimi menjadi sakit karena makan hal yang saya tidak ketahui dari kebun rumah. Energi saya yang sudah habis di jalan dan kantor, kemudian harus diserap lagi oleh kegiatan bebersih sekitar kandang Kimi, beserta rutinitas obat atau vitaminnya. Kerjaan yang terlihat sederhana namun cukup memakan waktu dan energi. Saya juga takut jika rumah menjadi kotor terus menerus, justru mendatangkan hal yang tidak baik bagi kesehatan kami.

Namun jika saya akhirnya melepas Kimi, artinya saya melepas Kimi seutuhnya. Kimi tidak lagi bisa menjadi kucing yang saya ajak bermain di dalam rumah. Kimi bisa saja pergi jauh dan tidak kembali. Kimi bisa jadi lupa dengan saya yang sempat merawatnya selama empat bulan. Kandang dan seluruh perlengkapan perawatan kucing pada akhirnya tidak akan terpakai lagi. Seluruh usaha yang saya kerahkan untuk Kimi menjadi tidak berujung. Lalu saya tidak tahu apakah Kimi bisa bertahan di luar, mengingat makanan yang disediakan di depan rumah bisa dimakan lebih dulu oleh kucing mana saja. Kimi sudah terbiasa makan di tempat yang aman dan menghabiskan makanan yang hanya untuknya seekor.

Sungguh, saya dilema di hari Minggu itu. Sampai akhirnya, setelah pemikiran panjang.. Saya melepas Kimi di depan rumah. Demi kebaikan saya pribadi dan Kimi. Pada akhirnya, saya mengembalikan Kimi ke tempat saya menemukannya.

Melepas Kimi
Kimi saya lepaskan di depan rumah. Karena sebelumnya Kimi pernah saya ajak bermain di depan rumah, ia tidak terlalu asing dengan situasinya. Hanya saja sebelumnya, setelah capek bermain, dia biasanya akan menunggu depan pintu rumah dan mencari celah untuk masuk ke rumah. Sepertinya, Kimi memang sudah lebih nyaman bermain di belakang rumah saya.

Sehari setelah melepas Kimi. Menangis lalu fotoan sama Kimi.

Begitu saya lepas di depan rumah, Kimi langsung bermain dengan Caplin. Mereka seirama. Meskipun Caplin kerap memarahi Kimi yang terlalu aktif, namun akhirnya mereka selalu bermain berdua. Setelah melepas Kimi, saya dan suami kebetulan harus pergi keluar sehingga tidak bisa mengamati pergerakan Kimi di hari itu. Saya pasrah. Entah saat pulang nanti Kimi masih ada atau tidak.

Ketika saya pulang di malam hari, Kimi langsung berlari ke rumah saya dari ujung gang. Seolah tidak terjadi apa-apa, Kimi langsung menggigit kaki saya. Mungkin Kimi tidak tahu bahwa sesungguhnya ia sudah dilepas. Hal ini justru membuat saya sedih dan merasa bersalah. Saya juga masih punya PR yang harus saya tuntaskan, yakni membuatnya mengerti bahwa makanan di depan rumah adalah hal berharga yang harus segera ia makan sebelum keduluan kucing lain. Ini dikarenakan Kimi lebih memilih bermain dan berlari-lari dibandingkan langsung makan.

Selama empat hari, siklus berjalan sedemikian rupa. Perlahan-lahan ia mengerti bahwa ketika makan disediakan, ia harus makan atau resikonya tidak makan sampai malam karena dihabiskan kucing lain. Saya bertemu Kimi setiap pagi menjelang kerja dan malam hari sepulang kerja. Tingkahnya masih sama. Berlarian ke sana kemari, mencabut rumput di kebun saya, menggigit kaki saya, lalu kembali bermain. Tingkahnya tidak pernah berubah. Saya merasa lega. Setidaknya ia lebih bebas dan bahagia, apalagi ditemani Caplin. Saya berharap ia akan menjadi seperti kucing komplek lainnya, yang berkeliaran di komplek kami dan setia ke rumah untuk mencari makan.

Memang ada masa-masanya ketika Kimi suka mengintip pintu rumah, seperti berharap bisa masuk kembali. Hal itu yang membuat saya sedih. Kimi masih mengira ia bisa masuk ke rumah saya dan melakukan hal yang biasanya ia lakukan.

Semoga saya tidak salah. Melepaskan Kimi (kembali) adalah bentuk cinta saya dalam situasi seperti ini.

Kehilangan Kimi
Tapi Kamis malam kemarin ketika saya sampai di rumah, Kimi tidak ada. Yang ada hanyalah Caplin yang dengan sabar menunggu saya memberi makan. Saya panggil nama Kimi, tidak ada yang mendekat. Saya gemerincingkan kunci rumah, tidak ada yang mendekat. Biasanya, Kimi akan berlari ke arah saya jika saya membawa barang yang bergemerincing, seperti mainan bulunya.

Di situ saya merasa sedih. Saya tidak tahu Kimi ke mana. Ketidaktahuan itulah yang membuat saya kepikiran. Rasa-rasanya Kimi tidak mungkin pergi jauh, mengingat pola mainnya bersama Caplin yang hanya di sekitar rumah saya saja. Sebagai kucing kecil, Kimi sebenarnya masih takut dengan orang baru ataupun motor yang melintas di depan rumah. Ia berlari bebas hanya ketika depan rumah sepi, itupun hanya benar-benar di sekitar rumah.

Saya berpikir, mungkin saja jika ada yang melihat Kimi berkeliaran lalu dibawa pulang untuk dipelihara. Entah oleh siapa, saya tidak tahu. Jika itu benar, semoga saja Kimi jadi lebih bahagia dan sehat. Lebih cocok dengan lingkungan barunya.

Namun setiap saya ingat wajah lucunya, saya sedih. Entah ini karena saya rindu pada tingkah lakunya atau merasa bersalah. Satu bulan terakhir ini saya lebih sering marah ke Kimi karena membuat rumah kotor. Kimi bahkan mungkin tidak tahu bahwa ia dimarahi, tapi tetap saja saya jadi merasa bersalah. Sesungguhnya mungkin yang Kimi butuhkan adalah rumah yang luas dan seseorang yang bisa lebih sering menghabiskan waktu dengannya. Sosok yang masih memiliki banyak energi untuk meladeni energinya. Mungkin saya pekerja kantoran dan tinggal di rumah tanpa ART ini akhirnya kewalahan merawatnya.

Saya cukup tidak menyangka, saya benar-benar harus merelakan Kimi pergi entah ke mana secepat ini.

Kini hanya Caplin yang setia menunggu saya memberi makan.

Caplin (kiri).


Mungkin ini terdengar bodoh, tapi saya berharap Kimi tidak lupa dengan saya. Di mana pun dan dengan siapapun Kimi sekarang berada, saya berharap Kimi tidak lupa pada saya yang sebenarnya menyayanginya dan berusaha merawatnya sepenuh hati. Saya berharap Kimi tidak akan lupa pada hari ketika ia ditemukan, ia kerap menangis lalu berhenti menangis ketika saya pangku. Berharap Kimi mengingat masa-masa awal dia di rumah dan bagaimana dia menguasai belakang rumah saya.

Sedihnya, saya tidak punya foto proper dengan Kimi karena ia susah sekali diajak foto saking aktifnya. Kini setiap saya melihat foto Kimi, saya hanya bisa merasakan sendu.

****

Kimi, ibu menemukanmu di depan rumah, yang datang entah dari mana. Kini, ibu harus merelakanmu yang pergi entah kemana, juga dari depan rumah.

Tentu kamu tak akan mengerti teks sepanjang ini, Kimi. Tapi semoga semesta menyampaikan padamu dengan caranya, bahwa ibu sebenarnya menyayangimu dan merindukanmu.

Mungkin seperti yang ibu sampaikan di awal ya Kimi, pada akhirnya, ibu hanya bertugas untuk merawat kamu sehingga kamu bisa bertahan sendiri di luar sana.

Terima kasih sudah menjadi kucing pertama yang ibu rawat dan mengajarkan banyak hal. Maaf kalau akhirnya kebutuhanmu tidak sesuai dengan kehidupan ibu.

Jangan lupakan ibu ya, Kimi.. Semoga semesta selalu menjagamu.

Salam,
ibu pertamamu.

Kimi, I miss you.

4 thoughts on “Kimi”

  1. Aku baru baca ini sampe abis Mba. Bener-bener kebawa sedih.. Mudah-mudahan one of these days Kimi balik lagi ke rumah pertamanya ya.. Kalau dia belum disteril, mungkin lagi birahi jadi lagi nyari betina ya? Jadi moga dia sehat-sehat aja dan happy selalu ya di luar sana. Aku punya 4 kucing indoor yang semuanya dari jalan semua juga, gabisa bayangin kalau mereka tiba-tiba ngilang :’) thank you ya Mba udah ngasuh Kimi dari bayi sampe gede dan lincah. Moga there’s more people like you yang mau dan ikhlas ngasuhin stray cats juga.. Doaku menyertai Kimi 🌟

    Like

    1. hai mbaa, terimakasih udah baca 🥺 sampai sekarang kimi gak pernah keliatan lagi, aku cuma bisa berharap dia dipelihara orang dan jadi lebih happy. sehat-sehat mbaa untuk kucingnya, mereka jg pasti happy banget mbaa dirawat sama mba di rumah ❤️ and thank you for the kind words
      dan doanya untuk kimi mba, semoga nanti aku berjodoh dengan kucing lain di waktu yang tepat :”) sehat sehat ya mbaa ❤️❤️

      Like

Leave a comment